Bila boleh ku meminta pada-Mu, tidak ada siapa yang terlebih dahulu menghadap kepada-Mu. Karena ku tak ingin ia menangis melihatku pergi meninggalkannya, dan hatiku tak akan rela kehilangannya. Ku ingin hidup atas abdiku kepadanya. Sampai aku benar-benar memberikan tumpah bhaktiku kepadanya.
Ku
pandangi wajah yang syarat akan makna. Kerutan di wajahnya membuat hatiku
terenyuh dan menahan rasa dalam-dalam. Sedang ungkapan cinta ini hanya
terpendam dalam dada.
Kembali
ku tengok masa kanak-kanak ku, samar-samar ku ingat tingkah polahku semasa
kecil. Ironi canda dan tawa kehadiran ku di tengah-tengah ayah dan ibuku. Dan sekarang, Yappp.... aku sekarang sudah
tumbuh dewasa, menjadi gadis yang anggun dan menawan, setidaknya itu yang ayah
lihat dari ku saat ini. Pikiranku kini sudah jauh kedepan, bila dulu ku sering
duduk dalam pelukan ayah, kini ku lebih sering melihat punggungnya berlalu
meninggalkan ku. seperti saat ini, ketika ku hantarkan beliau pulang kembali
kerumah.
Waktu
menunjukan jam dua siang, tepatnya baru saja ku lihat ayah disini. Dari jam
sepuluh beliau ada di kosan ku, sekedar menengok keadaan ku dan
berbincang-bincang ringan. Dari luar beliau nampak kekar dan sangar, bahkan
jarang sekali nampak hangat di hadapan ku bila aku berada di rumah. Sering
teman-teman ku mengeluh takut bila ingin berkunjung dan bermain dengan ku. ahhh........
sudah biasa bagiku, karena memag seperti itulah karakter beliau bahkan sampai
kini ku menginjak usia ke dua puluh dua. Namun jauh didalam hatinya, ia adalah
sosok yang sangat berpengaruh dalam hidupku.
Dalam,
benar-benar dalam ku ingin memeluknya, sekedar penyembuh keluh yang coba ia
sembunyikan, namun sangat nampak dari
sorot mata yang ia pancarkan. Ohh..Ayah kurasakan benar jerih lelah yang terselip dalam senyum kecilmu itu. Adakah obat
sebagai penyembuh rasa lelah di benak mu. Apakah yang kau rasakan, ku ingin
tau. Aku, apakah terlalu merepotkan mu... ohh Ayah...
Dari
laki-laki, aku sungguh tak mengerti apa yang sebenarnya ada dalam hatinya,
tanggung jawabnya, kesetiaanya yang terkadang di pandang setengah hati. Mereka nampak tegar untuk mengeluarkan air mata,
meraka nampak pula angkuh untuk menunjukan kasih sayang kepada anaknya, kasar,
terkadang itu pula yang mereka gambarkan kepada anak-anak mereka, namun ku tau,
jauh di dalam hatinya, mereka juga ingin memeluk, mereka juga ingin mencium
kening anak mereka, mereka juga ingin meringkih melihat anaknya kesakitan dan
berbuat kesalahan. Hal seperti itu juga uk lihat dari ayah ku, beliau......
hhhhh......Ayahku, betapa bersyukurnya aku. Meski terkadang pernah ku merasa
betapa kolotnya pemikiran orang tua, betapa tak mengertinya terhadap perasaan
seorang anak, betapa ego yang sangat ia unggulkan, namun jauh dari semua itu di
dalam hati ini ku akui engkaulah sosok yang sangat aku kagumi. Di dunia ini ku
ingin abdikan hidupku untuk mu, hanya untuk mu. Lepas kepergian Ibu, hanya
engkau yang menjadi motivasi terselubung
dari setiap langkah ku. sosok seorang ibu ku tanam dalam dalam dalam nurani ku,
ku ingat betul betapa manisnya ia, dan ku tau engkau merindukannya. Ohh ayah,
maafkan aku. Ku bermimpi Tajam akan kesuksesan yang ingin ku persembahkan untuk
mu, tapi nyatanya sampai saat inipun aku masih menjadi beban.
Ku
coba menjalani hidup atas tumpuan kaki ku sendiri. Tangis ku menahan perih batu
sandungan saat ku coba menjalani ini semua. Naluri, benarkah karena naluri, kau
datang saat ku benar-benar merasa terpuruk, kau melegakan aku, namun kehadiran
mu, menambah sesak atas puing-puing yang berantakan dalam dada. Masih begini
saja aku belum bisa memberikan apa-apa pada mu.......
Ahhhh..........
akupun tertunduk lesu. Ayah maaf kan aku........
Salam
cintaku.....
Lampung
Timur, 29 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar