Aku akui aku bukanlah orang baik, jilbab lebarpun tak menjamin ku untuk menjadi orang yang baik di sisi Allah, namun dengan beginilah aku merasakan kenyamanan.
Entah
apa yang dipikirkan oleh mereka, setidaknya hanya jawaban itu yang bisa aku
lontarkan pada mereka. Pagi ku, aku awali dengan syukur dan aktifitas sebelum
aku berangkat ke kampus. Tepat jam 10.00 aku berangkat ke kampus. Tidak ada hal
aneh yang aku rasakan. Namun, “deg” badan ku tiba-tiba gemetar...... aku
malangkah menuju gerombolan teman sekelasku. Namun aku serasa begitu jauh
dengan mereka, aku bak mahasiswa baru dengan wajah yang aneh, sehingga seluruh
mata wajib memandangku. Bukan, pandangan itu bukan pandangan bersahabat,
pandangan itu lebih tepat mereka tujukan pada buronan yang masuk kampus. Aneh,
pandangan sinis dan nyaris tak bersahabat. Bahkan pertanyaanku di awal
perjumpaan tak juga menenangkan suasana. Aku tak menyangka akan mendapatkan
sambutan seperti ini.
But,
Why...? adakah yang salah dari diriku....
Jilbab
ku lebar ini keputusan ku, sebelumnya memang tanpa ada kompromi dengan
teman-teman sekelasku. Itupun karena aku sering bergaul dengan mereka yang
sering di sebut sebagai Akhwat. Pernah ada yang komentar, kalau aku keseringan
pergi dari kelas selepas kuliah ketimbang ngobrol dengan teman-teman sekelas ku.
Itu dulu, yah itu dulu. Ketika aku merasa menemukan sahabat yang pas, cocok,
dan nyaman. Ketika aku baru mengenal bangku kuliah dan aku menginginkan
sahabat, dan merekalah sahabt pertamaku, teman-teman sekelasku. Aku memiliki
geng sendiri berjumlah enam orang. Kami sangat akrab, dikenal sebagai kelompok
yang solid dan pintar. Hanya, sungguh aku merasakan ada yang mengganjal dalam
diri ku. Aku merasa mereka hanya ada ketika aku bisa menemukan sesuatu dan bisa
mengerjakan sesuatu. Tugaskah, PR-kah atau makalahkah. Aku meiliki perasaan
yang peka, seringkali aku merasa mereka membicarakan aku dibelakang, jelasnya
membicarakan kesalahan dan kekuranganku. Waktu berjalan hingga empat semester
aku selalu bersama mereka.aku tak jauh
berbeda dengan mereka, aku adalah satu orang yang menganggap cewek berjilbab
besar adalah orang-orang yang munafik. Karena saat itu, sering kali aku melihat
mereka para ikhwan dan akhwat berduaan, bahkan aku sering mendapati sms mesra
tak sengaja tertangkap oleh mata ku.di tambah ada satu kasus yang membuat ku
merasa enggan melihat cewek yang berjilbab lebar, yahh tepatnya guru ngaji
sahabat ku hamil di luar nikah “ohh my
god”..... oke stop itu dulu, dan sekarang aku harus siap bila teman-teman
sekelasku berfikir seperti itu tentang aku sekarang. Ahaa, tepatnya aku yang
sekarang berjilbab lebar.
Keputusanku
bukan tanpa sengaja, . Sempat aku berperang dengan diriku sendiri, sebelum
berperang di hadapan mereka. Aku takut, begini aku serasa aneh di hadapan
mereka. Aku dikenal sebagai anak yang rame, tiba-tiba muncul sebagai sosok yang
terasing. Akupun menyadari dengan kehadiran aku yang serba mendadak dengan
penampilan yang berbeda. Namun sungguh, itu bukan karna aku ingin mencari
sensasi. Aku pun tau konsekuensi apa yang harus aku terima. Akupun menyadari adanya
jarak antara aku dengan sahabat se-geng ku dulu, namun jauh di dasar hati ku,
aku menemukan kedamaian, aku menemukan sesuatu yang tak mereka miliki dan
itulah yang membuat ku bertahan dengan penampilanku sekarang.
Meski sekedar guyon, aku sadar mereka tak
sekedar membuat lelucon, mengatakan baju setumpuk-tumpuk, jilbab dobel-dobel-
atas bawah, apa gak panas, nyucinya gimanalah, apa ya cukup gantungan baju buat
nyuci baju sehari.... heuhhhhh.... jujur aku sesak mendengarkannya. Ada rasa
minder ketika masalah itu di ungkit-ungkit. Namun, aku sadari kenapa mereka
berkata seperti itu. Seperti halnya dulu, aku menganggap semua cewek berjilbab
besar adalah monster, dan bla bla bla... itu bukan tanpa alasan. Semuanya aku
pahami saat ini, saat dimana aku tersadar akan apa yang aku pikirkan dulu. Bahwa
setiap orang berbeda. Gak semua orang berjilbab besar seperti itu, sekilas
memang ada hal nyata ketika ikhwan dan akhwat kepergok smsan mesra, atau malah
jalan bareang. Bahkan dengan lantang sahabatku mengecap para ikhwan dan akhwat
adalah manusia yang dikendalikan oleh partai. Hhhh..... helaan nafas yang tak
kunjung berhenti, bila komentar itu melayang tiba-tiba. Gak hanya sekali-dua
kali, tapi berkali-kali. Namun akupun bisa menegaskan bahwa tidak semuanya
seperti itu. Kebaikan seseorang wanita memang bukan dilihat dari seberapa lebar
jilbabnya, namun itu terpanjar dari hati yang tertutupi di balik jilbabnya. Aku
hanya bisa melontarkan senyuman, sejenak kurasakan kebanggaan karna dapat merevolusi
diri. Memang aku bukan orang baik, namun dengan begini aku akan belajar menjadi
orang baik, dihadapan Allah tentunya. So... Why.. ? apapun yang orang katakan tentang
makhluk bernama akhwat, itu tak jadi masalah bagiku... karna aku sangat yakin,
meski bukan sekarang, aku akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa, bukan
sekarang, tapi nanti.... karna esok , semua akan indah pada waktunya....
mohon komentarnya.....
1 komentar:
mengaharu biru membaca kisah qori, perjuangannya amatlah besar dan tidak gampang... qori everlasting deh pokoknya.....Semoga bisa terus istiqomah
Posting Komentar